Belum pun reda perihal nan baru menerjah, datang lagi permasalahan baru. seisi negara nan jauh lebih besar, jauh lebih padat penduduknya itu menjadi ribut!
"Mana bisa kami menahan lagi?? Apa kami berdiam lagi pabila mereka menginjak-injak kepala kami?? Tidak hormat leluhur kami.. Dasar MALING!!"
"Mula dulu lagu tradisi kami dirampas, kemudian masakan tradisi kami pula diambil. Tidak cukup dengan itu, tarian asli nan dituruni dari moyang kami dikatakan milik mereka. Dan sekarang mereka mahu mencemar kedaulatan perairan negara kami pula! Ini benar-benar keterlaluan!!!!"
Masing-masing berteriak lantang. Terjerit-jerit lambang kemarahan. Bergerombol-gerombol mereka berjalan memenuhi jalan. Dari jalan kecil, perumahan kecil menuju ke jalan raya. Membawa sepanduk-sepanduk nan tiada kurang mengeji mencaci. Ada juga membawa najis sendiri dibungkus plastik untuk dilempar kearah manusia-manusia atau apa saja nan terlihat keji.
Ditepi jalan segelintir manusia nan tidak terikut sama dalam gelombang itu. Anak-anak gadis kecil sekadar memerhati. Ibu-ibu menggendong anak kecil. Ada yang berusaha menutupi mata anak mereka dari melihat lautan manusia penuh amarah itu. Di pelantar kedai-kedai kopi, para kakek dan yang sudah berusia sekadar bersandar, merenung kosong kearah jalan raya sambil menghembus asap halus dari gulungan rokok daun.
Didalam gerombolan manusia nan membuak memberontak itu, ada yang bersenjata tajam. Mereka diketuai seorang lelaki pertengahan umur nan agak hitam mukanya dilumuri terik matahari. Dikepala mereka-mereka ini terlilit warna bendera negara mereka.
Dan sememang mereka ini ekstrim.. Dipilih mereka beberapa jalan nan agak sibuk dan menahan setiap kenderaan nan kelihatan mencuigakan. Atau barangkali saja pabila terlihat wajah nan asing. Dan mereka namakan diri mereka sebagai kumpulan 'PANJI'. Sedang senjata tajam diacu-acukan dalam tangan mereka.
"Heyy!! Disini! Sini! Lekas. Ini orang dari SANA!!"
Lantas saja sang ketua yang muke berkilat dan agak hitam itu berteriak dan meluru ke arah seorang pemuda yang sedang dipaksa mencangkung oleh orang-orang kebanyakkan merangkap suruhannya. Tanpa sebarang kata, dengan muka bengis dan gasar sang ketua menolak tubuh si pemuda hingga tersungkur tak tersisa di atas tar jalan. Dengan tangan terikat kebelakang, sipemuda terkial-kial untul bangun. Namun mereka-mereka lebih pantas mendekatinya.
Sang ketua berteriak lagi. Berhenti kalian! Biar aku nan menyudahi manusia ini...
Ini balasan atas kebejatan negara kamu!
Sang ketua kian panik. Perlahan dia memutar akalnya. Menghening cipta. Dan perlahan-lahan dia mula ternampak dirinya ketika kecil. Dipangku Moyangnya nan sudah terlalu lanjut tapi masih mampu berbicara
Pesan moyangnya...
...Ada satu negara, dan negara itu agak kecil dari kita. Kita dan mereka adalah sama. Adalah satu rumpun nan sama. Pada agama utama nan sama, bahasa nan hampir saja sama dan bangsa utama nan sama. Ketahuilah wahai,.... Seandainya dikau mencari hingga ke langit ke tujuh sekalipun, tidak akan bersua lagi sebuah negara nan serumpun dan sama semacam kita ini.
Dan semua nan hadir semakin heran melihat sang ketua meraung sedang air mata dan hingusnya makin menitis keluar..........