Wednesday, November 24, 2010

Ceritera MALINDO

Kedua negara itu bergolak lagi.

Belum pun reda perihal nan baru menerjah, datang lagi permasalahan baru. seisi negara nan jauh lebih besar, jauh lebih padat penduduknya itu menjadi ribut!

"Mana bisa kami menahan lagi?? Apa kami berdiam lagi pabila mereka menginjak-injak kepala kami?? Tidak hormat leluhur kami.. Dasar MALING!!"

"Mula dulu lagu tradisi kami dirampas, kemudian masakan tradisi kami pula diambil. Tidak cukup dengan itu, tarian asli nan dituruni dari moyang kami dikatakan milik mereka. Dan sekarang mereka mahu mencemar kedaulatan perairan negara kami pula! Ini benar-benar keterlaluan!!!!"

Masing-masing berteriak lantang. Terjerit-jerit lambang kemarahan. Bergerombol-gerombol mereka berjalan memenuhi jalan. Dari jalan kecil, perumahan kecil menuju ke jalan raya. Membawa sepanduk-sepanduk nan tiada kurang mengeji mencaci. Ada juga membawa najis sendiri dibungkus plastik untuk dilempar kearah manusia-manusia atau apa saja nan terlihat keji.

Ditepi jalan segelintir manusia nan tidak terikut sama dalam gelombang itu. Anak-anak gadis kecil sekadar memerhati. Ibu-ibu menggendong anak kecil. Ada yang berusaha menutupi mata anak mereka dari melihat lautan manusia penuh amarah itu. Di pelantar kedai-kedai kopi, para kakek dan yang sudah berusia sekadar bersandar, merenung kosong kearah jalan raya sambil menghembus asap halus dari gulungan rokok daun.

Didalam gerombolan manusia nan membuak memberontak itu, ada yang bersenjata tajam. Mereka diketuai seorang lelaki pertengahan umur nan agak hitam mukanya dilumuri terik matahari. Dikepala mereka-mereka ini terlilit warna bendera negara mereka.

Dan sememang mereka ini ekstrim.. Dipilih mereka beberapa jalan nan agak sibuk dan menahan setiap kenderaan nan kelihatan mencuigakan. Atau barangkali saja pabila terlihat wajah nan asing. Dan mereka namakan diri mereka sebagai kumpulan 'PANJI'. Sedang senjata tajam diacu-acukan dalam tangan mereka.

"Heyy!! Disini! Sini! Lekas. Ini orang dari SANA!!"

Lantas saja sang ketua yang muke berkilat dan agak hitam itu berteriak dan meluru ke arah seorang pemuda yang sedang dipaksa mencangkung oleh orang-orang kebanyakkan merangkap suruhannya. Tanpa sebarang kata, dengan muka bengis dan gasar sang ketua menolak tubuh si pemuda hingga tersungkur tak tersisa di atas tar jalan. Dengan tangan terikat kebelakang, sipemuda terkial-kial untul bangun. Namun mereka-mereka lebih pantas mendekatinya.

Bertubi-tubi cuba menjamah tubuh nan agak kurus itu. Ada yang menarik rambuk, Ada yang meludah bahkan ada yang mengancam dengan senjata tajam nan tersedia dibawa.
Sang ketua berteriak lagi. Berhenti kalian! Biar aku nan menyudahi manusia ini...
Sekaligus menyeruak manusia-manusia nan kian mengkerumuni pemuda itu.
Dengan sekali sentak, pemuda itu terpaksa bertimpuh. Dadanya kian sempit dan nafas kian terhenti-henti.

Ini balasan atas kebejatan negara kamu!

Diangkat tangannya setinggi mungkin. Dihayun sekuat hati ke muka pemuda itu.
PANGG!!!
Ehhh,.. aneh. Pemuda itu seperti tak terkesan dari pukulannya tadi. Malah, dia yang terteleng akibat terpukul dimukanya. Seolah ada tangan ghaib nan menamparnya sebentar tadi.
Agak kebingungan, dicuba ditendangnya rusuk pemuda nan tidak terlindung itu.
Aduhhh,... rusuk dia nan merasa azab. sakit hingga terbit air mata dan hingus dihidung.
Salah seorang yang melihat menjadi semakin garang. Dengan kayu ditangan, dihayun sekuat hati ke kepala pemuda tapi...
Malah oramng memukul itu yang terundur kebelakang dan terduduk kesakitan. Dipegang kepalanya, Ada warna merah nan mengalir

Sang ketua kian panik. Perlahan dia memutar akalnya. Menghening cipta. Dan perlahan-lahan dia mula ternampak dirinya ketika kecil. Dipangku Moyangnya nan sudah terlalu lanjut tapi masih mampu berbicara

Pesan moyangnya...

...Ada satu negara, dan negara itu agak kecil dari kita. Kita dan mereka adalah sama. Adalah satu rumpun nan sama. Pada agama utama nan sama, bahasa nan hampir saja sama dan bangsa utama nan sama. Ketahuilah wahai,.... Seandainya dikau mencari hingga ke langit ke tujuh sekalipun, tidak akan bersua lagi sebuah negara nan serumpun dan sama semacam kita ini.
Carilah kebersamaan itu dan usah diperbesarkan beda dan jarak...

Dan semua nan hadir semakin heran melihat sang ketua meraung sedang air mata dan hingusnya makin menitis keluar..........